About Me

My photo
Kesederhanaan dalam hidup dan rasa syukur yang ada adalah keutamaan yang ingin diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Meraup keberkahan akan rezeki yang telah Alloh sebarkan sehingga bisa bersama-sama maju dalam membangun perekonomian insani yang syariah

SUGENG RAWUUUH..........

silahkan baca kalo suka,kalo ndak yo close aja, silahkan
komentar kalo sempet kalo ndak senyum aja,tidak ada
paksaan,tidak ada pujian ,karena pujianan hanya milikNya
semata...

melangkahlah apa adanya layaknya air yang mengalir tidak
usah dibikin susah karena hidup ini sudah susah, tegar dan
berjuanglah selebihnya pasrahkan sama sing duwe
urip,karena 4JJI maha tahu apa yang terbaik bagi kita...

14.8.17

Perjalanan Pagiku


Dalam perjalanan menuju tempat kerja aku dengerin I Radio.Selingan Iklan Emha Ainun Najib, Bahasannya adalah tentang kesulitan, apakah merupakan sebuah teguran atau sebuah ujian untuk naik kelas. Cak Nun bilang bahwa kalau kita mendapatkan kesulitan, anggaplah itu sebagai teguran dari Allah agar kita introspeksi diri dan berusaha menjadi lebih baik. Tapi kalau kesulitan itu terjadi pada orang lain, betapa pun buruk sifat orang itu, anggaplah itu sebuah ujian bagi dia; kesempatan dari Tuhan untuk dia naik kelas ke jenjang kebajikan yg lebih tinggi. Dengan bersikap begini, kita senantiasa teringat untuk menjadi lebih baik, dan juga terhindar dari perasaan benci pada orang lain.

Reaksi spontan dari ku, ku acungkan jempol sama Cak Nun! Ini bener2 sesuai dengan pandanganku bahwa: the way you see the problem is the problem, esse est percipi (to be is to be perceived). Semua stimulus itu sifatnya netral, kita yang memberi arti pada stimulus itu; teguran, ujian, karma, siksa, berkah. Kenyataan itu adanya di kepala kita, bukan di mata kita.

Reaksiku setelah kegirangan sesaat hilang: duh, betapa kalimat itu menamparku! Betapa sering aku diam2 dan/atau tanpa aku sadari mensyukuri kesulitan yang dialami orang lain yang pernah berlaku kurang baik terhadapku. Betapa aku kadang2 masih punya kepongahan dan menggunakan kalimat suci sebagai justifikasi: doa orang yang teraniaya memang didengar Tuhan.

Padahal, apa sih hakku menganggap diri ini sebagai orang yg teraniaya?

Salah satu kasus yg aku ingat adalah ketika temen bokapku sakit dan meninggal. Ada satu tetangga, yang kebetulan adalah ketua masyarakat sekitar. aku ingat banget beliau maki2 aku krn bukan temenku sendiri yang mengurus surat keterangan untuk membawa jenazah bapaknya ke Solo. Si bapak ini merasa tidak dihargai, karena bukan si peminta surat sendiri yang datang. Waktu itu aku hanya bisa mengelus dada, nangis pun nggak bisa. Sedih rasanya, baru ditinggal orang tua untuk selama2nya, dan kita dimarahi untuk hal2 yang (menurutku) nggak prinsip. Bulan lalu si tetangga itu kena stroke, sekarang lumpuh dan nggak bisa kemana2. Beliau terpaksa dibantu kemana2, dan keadaan berbalik: bahkan untuk mengurus KTP pun si bapak itu tidak bisa datang sendiri ke kelurahan seperti yang menjadi alasannya memaki2 aku.

Well, aku kasihan sama beliau. I really am. Tapi, walaupun aku berhasil menahan kemunculannya secara nyata, aku harus mengakui bahwa I smugly smiled dan merasa Tuhan sudah memberikan ganjaran pada beliau. Padahal, apa hakku untuk berpikir seperti itu? Just because he did me wrong, it does not mean that I am better than him, or he is worse than me.

Semestinya masih banyak contoh nyata yang selalu kita hadapi dalam mewarnai haru birunya perjalanan hidup kita. tapi tidak bisa aku ceritakan satu persatu.

Tapi mungkin pengalaman2 seperti ini yang menjadi bagian dari proses perkembangan kita ya? Seperti kata Jeffrey Lang dalam bukunya Struggling to Surrender  virtue itu harus dicapai manusia melalui evolusi moral-spiritualnya, dengan menggunakan kemampuan untuk memilih, kemampuan untuk menimbang konsekuensi pilihan kita, serta kesulitan yang akan menggoda kita memilih hal yang kurang tepat. Free will, intellect, and adversity.

Hmm, virtue  memang tidak bisa di-install. Jika kita ibaratkan diri kita adalah computer, maka yg bisa di-install adalah program untuk spell-check; menghindari word processor dari kata2 yang salah. Tapi kita tidak akan pernah bisa membuat computer itu menjadi computer yang penuh kejujuran.

Moga2, sedikit demi sedikit, pengalaman2 seperti di atas akan mengantar kita pada suatu kebajikan. Mungkin saat ini kita baru sampai pada tahap spell-check; menghindari mengucapkan kata2 kasar secara nyata, sementara kejengkelan belum bisa kita hilangkan. Namun, dengan terus menerus belajar, suatu hari kita tidak perlu spell-check lagi, karena kebajikan itu menjadi bagian yg built-in dalam diri kita.

Rumah Kepompong Daycare

Rumah Kepompong Daycare
Penitipan anak terpercaya di Pemalang